Prinsip Syari’ah Dalam Ekonomi Dan Perbankan

Oleh: Agustianto

Teori ekonomi perusahaan konvensional yang berkembang selama ini menekankan prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan. Namun dewasa ini teori – teori ekonomi tersebut telah mulai bergeser pada sistem nilai yang lebih luas dimana manfaat yang didapatkan tidak lagi difokuskan hanya pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat hadirnya suatu kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi Islam menekankan konsep manfaat yang lebih luas lagi, bukan hanya manfaat di setiap akhir kegiatan, akan tetapi juga pada setiap proses transaksi, harus mengacu pada konsep maslahat dan menjujung tinggi asas keadilan.

Prinsip ini juga menekankan para pelaku ekonomi untuk selalu menjunjung tinggi etika dan norma hukum dalam kegiatan ekonomi. Sebagai realisasi dari konsep syariah, pada dasarnya sistem ekonomi dan perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu : 1. Prinsip keadilan, 2. Menghindari kegiatan yang dilarang, 3. Memperhatikan aspek kemanfaatan. Prinsip keadilan menghendaki dan mengajarkan empat hal dalam manajemen pengelolaan bank syariah, yaitu : 1. Transparansi dan kejujuran, 2. Transaksi yang fair, 3. Persaingan yang sehat,  4. Perjanjian yang saling menguntungkan. Menghindari kegiatan yang dilarang, terdiri dari dua hal, Pertama, larangan produk jasa dan proses yang merugikan dan berbahaya, Kedua, tidak menggunakan sumber daya illegal dan secara tidak adil.

 

Aspek kemanfaatan berarti bahwa kegiatan bank syariah harus, 1. Produktif dan tidak spekulatif, 2. Menghindari sumber daya yang tidak efisien, 3. Akses seluas – luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumber daya. Sistem perbankan syariah, dengan demikian, tidak hanya memfokuskan diri untuk menghindari praktek bunga, akan tetapi juga untuk menerapkan seluruh prinsip syariah dalam ekonomi secara seimbang. Oleh karena itu keseimbangan antara memaksimalkan keuntungan dan pemenuhan prinsip syariah menjadi hal yang mendasar bagi kegiatan operasional bank syariah.

Dalam operasionalnya, prinsip ekonomi syariah akan tercermin dalam nilai – nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif, yaitu mikro dan makro. Nilai – nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi / profesionalisme dan sikap amanah. Dalam perspektif makro, nilai – nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian. Nilai – nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat berhati – hati. Nilai – nilai itu adalah :

  1. Siddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan ini pengelolaan dana masyarakat dilakukan dengan mengedepankan cara – cara yang halal serta menjauhi cara – cara yang meragukan ( syubhat ) terlebih lagi yang bersifat larangan ( haram ).
  2. Tablig, yaitu secara berkesinambungan melakukan sosialisasi ( tabliq ) dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip – prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi, sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi  masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah. Tabligh juga berarti bahwa pengelolaan dana dan keuntungannya harus dilakukan secara transparan dalam batas – batas yang tidak mengganggu kerahasiaan bank.
  3. Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati – hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana, sehingga timbul rasa saling percaya  antara pihak pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi.
  4. Fathonah, memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif, sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk didalamnya adalah pelayanan yang penuh kecermatan dan kesantunan serta penuh tanggung jawab.

Sedangkan nilai – nilai syariah dalam perspektif makro berarti bahwa perbankan syariah harus berkonstribusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan :

  1. Kaedah zakat, mengkondisikan perilaku masyarakat yang menyukai berinvestasi dibandingkan hanya menyimpan hartanya. Selain zakat bank syariah juga sedang mengembangkan konsep cash wakaf ( wakaf uang tunai ). Baik zakat maupun wakaf adalah dua produk bank syariah yang bersifat sosio ekonomis untuk memberdayakan kaum dhuafa.
  2. Kaidah pelarangan riba, menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil dan melarang riba. Diharapkan produk – produk non riba ini akan mendorong terbentuknya kecendrungan masyarakat untuk tidak bersikap memastikan dan bergeser kearah sikap untuk berani menghadapi resiko.
  3. Kaedah pelarangan judi atau maysir, tercermin dari kegiatan bank yang melarang investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riel, kondisi ini akan membentuk kecendrungan masyarakat untuk menghindari spekulasi di dalam aktivitas investasinya.
  4. Kaedah pelarangan gharar, mengutamakan transparansi dalam bertransaksi dan kegiatan operasi lainnya menghindari ketidakjelasan  dan menghindari penipuan.
  5. Kaedah menghindari transaksi dan proyek haram, menghendaki agar seluruh kegiatan dan proyek yang dibiayai jauh dari yang diharamkan, seperti pabrik miras, perjudian, bisnis pornografi, perusahaan hiburan yang maksiat, hotel yang diduga menjurus  kepada yang munkar, dsb semua bisnis yang semacam itu tidak akan dibiayai oleh bank syariah. 

(Penulis adalah Anggota DSN MUI, Ketua I DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pasca Sarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah UI )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *