Filsafat Ekonomi Islam (5) Pendahuluan (Bagian 5 dari 8 tulisan bersambung)

Oleh : Agustianto

Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI

 

6. Kerja  dan Produktifitas

Dalam Islam  bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya kemalasan dinilai sebagai keburukan.  Dalam kepustakaan Islam, cukup banyak buku-buku yang menjelaskan secara rinci tentang etos kerja dalam Islam.

Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah.

Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”(Ahmad)

Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda :

Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah penghidupan(H.R.Thabrani)

Dalam  hadits ini Nabi Saw ingin menunjukkan betapa tingginya kedudukan bekerja dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras (sunguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan oleh Allah.

Selanjutnya dalam hadits yang lain, Nabi bersabda :

Sesungguhnya Allah mewajibkan kamu berusaha/bekerja, Maka berusahalah kamu !

Sesungguhnya Allah Swt senang  melihat hambanya yang berusaha )bekerja) mencari rezeki yang halal.

Berniat  untuk bekerja  dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan tercela dalam agama Islam. Umar bin Khatttab pernah menegur seseorang yang sering duduk berdo’a di mesjid  tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya.

Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu  duduk di mesjid dan bedoa, Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataaan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya bedoa saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.[1]

Buruh yang bekerja secara manual sangat dipuji dan dihargai Nabi Muhammad Saw meskipun telapak tangannya kasar. Dalam sebuah riwayat, Nabi Saw pernah mencium tangan orang yang bekerja mencari kayu, yaitu tangan Sa’ad bin Mu’az tatkala melihat tangannya kasar akibat bekerja keras. Nabi  seraya berkata :

“Inilah dua telapak tangan yang dicintai Allah

Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda

“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah”

(Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir )

Apabila kamu telah selesai shalat subuh, maka janganlah kamu tidur

Hadits ini memerintahkan agar manusiamenyegerakan bekerja sejak pagi-pagi sekali, agar ia menjadi produktif. Bahkan Nabi SAW secara khusus mendoakan orang yang bekerja sejak  pagi sekali

“Ya Allah, berkatilah ummatku  yang bekerja pada pagi-pagi sekali”.

Malas adalah watak yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu Nabi pernah berdo’a kepada Allah agar dilindungi dari sifat lemah dan malas.

“Ya Allah, Sesungguhnya Aku berlindung dengan-Mu dari sifat  lemah dan malas”

Al-quran  mengemukakan kepada Nabi Saw dengan mengatakan, “Katakanlah (Hai Muhammad, kepada ummatmu) : “Bekerjalah !”.

Nabi juga diriwayatkan telah melarang pengemisan kecuali dalam keadaan kelaparan.

Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme  adalah pandangan atau sikap hidup menyendiri  di suatu tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme  adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan yang  menganggap pantang  segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Nabi Muhammad saw pernah bersabda,  bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan kebutuhan lain untuk dirinya dan keluarganya lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat, tanpa mencoba berusaha mendapat penghasilan untuk dirinya sendiri. Bekerja adalah hak setiap seorang dan sekaligus sebagai kewajiban.

Dalam bahasa Arab, terdapat  dua istilah/pengertian kata haq. Pertama, Haaqun lahu ((?? ?? yang artinya hak      dan kedua Haqqun ‘alaih (?? ????) yang artinya kewajiban. Menangkap pesan qurani dan Nabawi mengenai kerja (amal), ini pengertian wajib lebih mengemuka daripada pengertian hak. Sebab hak boleh dilakukan boleh tidak. Namun, jika dikaitkan dengan tanggung jawab Imam (penguasa), pengertian kewajiban sangat relevan. Karena pemerintah (negara) berkewajiban menyediakan kesempatan kerja kepada para individu.

Dalam ekonomi Islam, perspektif kerja dan produktifitas adalah untuk mencapai tiga sasaran, yaitu :Mencukupi kebutuhan hidup (???????   ), meraih laba yang wajar (??????? ) dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiyah ( ??????? )

Ketiga sasaran tersebut harus terwujud secara harmonis. Apabila  terjadi sengketa antara pekerja dan pemodal (majikan). Islam menyelesaikannya dengan cara yang baik, yakni ada posisi tawar-menawar antara pekerja yang meminta upah yang cukup untuk hidup keluarganya dan tingkat laba bagi pemodal (majikan) un\tuk melanjutkan produksinya.


[1] Lihat Buku Fikih Ekonomi Umar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *