Ekonomi Post-Capitalist

Oleh : Agustianto

Sekretaris Umum DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Dosen  Program Pascasarjana  UI

Umat manusia di bawah kepemimpinan Barat, telah mengalami dua ideologi ekonomi utama dalam kurun dua ratus tahun terakhir, yaitu kapitalisme dan sosialisme. Meskipun terdapat prestasi-prestasi yang mencolok dalam bidang-bidang tertentu, ideologi-ideologi utama dunia ini telah gagal memecahkan problem-problem utama ekonomi umat manusia Sosialisme adalah ideologi ”pertama” yang terperosok ke dalam keranjang sampah sejarah.

Adalah sangat bodoh dan terlalu tergesa-gesa, bila kita menganggap dengan kejadian itu, kapitalisme telah tervindikasi, karena  krisis ekonomi masa kini masih tetap terasa mendalam dan mengkhawatirkan serta telah menimbulkan penderitaan-penderitaan yang memilukan.

Di bawah dominasi kapitalisme, kerusakan ekonomi terjadi di mana-mana. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perekonomian dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat.

Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendi perekonomian negara-negara berkembang, proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami penjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan tak terkendali.

Meskipun proses penanggulangan dan penyembuhan dari penyakit-penyakit itu kini sedang berlangsung, namun berbagai ketidakpastian masih saja membayang-bayangi. Tingkat suku bunga semakin tinggi dan diduga akan terus membumbung, memperkuat kekhawatiran akan gagalnya proses penyembuhan di atas. Krisis tersebut semakin memprihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidakadilan sosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran, dan ketidakmampuan beberapa negara berkembang untuk membayar kembali hutang mereka. Henry Kissinger mengatakan, kebanyakan ekonom sepakat dengan pandangan yang mengatakan bahwa “Tidak satupun diantara teori atau konsep ekonomi sebelum ini yang tampak mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia tersebut” (News Week, “Saving the World Economy”).

Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak mengherankan apabila sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal  sebagai sistem dan model ekonomi.

Sebenarnya, sejak awal tahun 1940-an, para ahli ekonomi Barat, telah menyadari indikasi kegagalan tersebut. Adalah Joseph Schumpeter dengan bukunya Capitalism, Socialism and Democracy menyebutkan bahwa teori ekonomi modern telah memasuki masa-masa krisis. Pandangan yang sama dikemukakan juga oleh ekonom generasi 1950-an dan 60-an, seperti  Daniel Bell dan Irving Kristol dalam buku The Crisis in Economic Theory. Demikian pula  Gunnar Myrdal dalam buku Institusional Economics, Journal of Economic Issues, juga Hla Mynt, dalam buku Economic Theory and the Underdeveloped Countries serta Mahbubul Haq dalam buku The Poverty  Curtain : Choices for the Third World.

Pandangan miring kepada kapitalisme tersebut semakin keras pada era 1990-an di mana berbagai ahli ekonomi Barat generasi dekade ini dan para ahli ekonomi Islam pada generasi yang sama  menyatakan secara tegas bahwa teori ekonomi telah mati, di antaranya yang paling menonjol adalah Paul Ormerod. Dia  menulis buku (1994) berjudul The Death of Economics (Matinya Ilmu Ekonomi). Dalam buku ini ia menyatakan bahwa dunia saat ini dilanda suatu kecemasan yang maha dahsyat dengan kurang dapat beroperasinya sistem ekonomi yang memiliki ketahanan untuk menghadapi setiap gejolak ekonomi maupun moneter. Indikasi yang dapat disebutkan di sini adalah  pada akhir abad 19 dunia mengalami krisis dengan jumlah tingkat pengangguran yang tidak hanya terjadi di belahan diunia negara-negara berkembang akan tetapi juga melanda negara-negara maju.

Selanjutnya Omerrod menandaskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.  Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem  yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.

Karena itu, kini telah mencul gelombang kesadaran untuk menemukan dan menggunakan sistem ekonomi ”baru” yang membawa implikasi keadilan, pemerataan, kemakmuran secara komprehensif serta pencapaian tujuan-tujuan efisiensi. Konsep ekonomi baru tersebut dipandang sangat mendesak diwujudkan. Konstruksi  ekonomi tersebut dilakukan dengan analisis objektif terhadap keseluruhan format ekonomi kontemporer dengan pandangan yang jernih dan pendekatan  yang segar dan komprehensif.

Kehadiran konsep ekonomi baru tersebut, bukanlah gagasan awam, tetapi mendapat dukungan dari ekonom terkemuka di dunia yang mendapat hadiah Nobel 1999, yaitu Joseph E.Stiglitz. Dia   dan Bruce Greenwald menulis buku “Toward a New Paradigm in Monetary Economics”. Mereka menawarkan paradigma baru dalam ekonomi moneter. Dalam buku tersebut mereka mengkritik teori ekonomi kapitalis (konvensional) dengan mengemukakan pendekatan moneter baru yang entah disadari atau tidak, merupakan sudut pandang ekonomi Islam di bidang moneter, seperti peranan uang, bunga, dan kredit perbankan (kaitan sektor riil dan moneter).

Penutup

Kegagalan kapitalisme mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, memberikan angin segar bagi ilmu ekonomi syari’ah untuk semakin berkembang dan diminati para praktisi dan akademisi. Fenomena tersebut telah menunjukkan sinarnya di berbagai belahan dunia. Ekonomi syari’ah merupakan ekonomi Post-Capitalit yang ditungu-tunggu. Sekarang tergantung kepada para akademisi dan praktisi ekonomi syari’ah untuk menampilkan ilmu ekonomi syari’ah yang benar-benar adil, maslahah, dan dapat mewujudkan kejahteraan umat manusia, tanpa penindasan, kezaliman dan penghisapan, baik antar individu dan perusahaan, maupun  negara kaya terhadap  negara miskin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *